
Lampung Selatan,( Media Viral Nusantara.com),– Meski berulang kali diberitakan media dan menjadi keluhan warga, aktivitas tambang Galian C ilegal di Dusun Muara Putih, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar Lampung Selatan diduga tidak memiliki izin lengkap, masih saja berlangsung tanpa hambatan. Seperti diberitakan sebelumnya, ada 4 titik lokasi tambang di kawasan tersebut yang jaraknya cukup berdekatan satu dan lainnya.
Awak media mendapati lebih dari satu unit alat berat jenis excavator masih aktif mengeruk material, sementara puluhan dump truck lalu-lalang membawa hasil tambang keluar dari lokasi. Ironisnya, aktivitas terang-terangan ini tetap berjalan tanpa papan izin resmi maupun pengawasan dari instansi terkait.
Sejumlah warga menyebut kegiatan tambang tersebut telah berlangsung cukup lama. Salah satu warga yang tak ingin disebutkan identitasnya mengeluhkan dengan adanya kegiatan tersebut, warga tersebut mereka kerap kali menyampaikan keluhannya kepada aparatur berwenang, namun hingga saat ini tidak pernah ditindak lanjuti.
“Kami tahu itu izinnya belum lengkap, tapi jalan terus. Debunya parah, jalan rusak, rumah kami terdampak, kesehatan kami juga sering terganggu dengan adanya debu yang bertebangan ” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya, Rabu (1/10/2025).
H. Imron, selaku kepala desa setempat saat dikonfirmasi awak media lewat telp. Wahtupp mengatakan bila dia hanya mengetahui sebatas izin persetujuan beberapa warga. Untuk izin lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan galian C diwilayahnya hingga saat ini H. Imron tidak mengetahuinya.
“Saya hanya mengetahui sebatas izin persetujuan beberapa warga sekitar lokasi tambang saja, selebihnya saya tidak mengetahuinya”, Ujar Imron.
Lebih miris lagi saat awak media mengkonfirmasi kepada salah seorang rekan pemerhati lingkungan didapatkan fakta bahwa hasil komunikasi lewat aplikasi chat whatshap antara pemerhati lingkungan dan pengelola tambang bahwa mereka (pengelola tambang) mendapatkan rekom dari “Kiyai Mirja” yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Lampung untuk menjalankan kegiatannya. Tentu hal ini patut ditelusuri kebenarannya.
Awak media yang turun kelokasi mendapatkan beberapa data dan fakta. antara lain :
- Tidak ada papan informasi yang menjelaskan kegiatan yang ada di lokasi tambang tersebut, hal ini diduga melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14 tahun 2008. Sanksi pidana bagi pelaku yang sengaja menghalangi hak akses informasi publik, seperti pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda maksimal Rp5 juta bagi badan publik yang tidak memenuhi kewajiban memberikan informasi yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
- Pengelola tambang dilapangan tidak dapat menunjukkan Dokumen yang Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) serta Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).Menurut Undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH) menetapkan bahwa usaha dan kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL, sementara yang tidak berdampak penting wajib memiliki UKL-UPL.berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Tidak memiliki izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk usaha yang wajib AMDAL dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar, serta sanksi administratif seperti teguran tertulis hingga pencabutan izin usaha.
- Pengelola tambang dilapangan tidak dapat menunjukkan Dokumen izin Galian C yang dikeluarkan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung.Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022, kewenangan perizinan dan pengawasan tambang galian C kini berada di tingkat Pemerintah Provinsi.Berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 Milyar. Selain izin IUP dan IPR, pengelola juga harus memiliki izin khusus penjualan dan pengangkutan sesuai Pasal 161 UU No 4 Tahun 2009.
Warga berharap aparat penegak hukum segera turun tangan menertibkan galian ilegal tersebut sebelum dampak kerusakan lingkungan semakin meluas. (The Joker/tim)