
Bandar Lampung, ( mediaviralnusantara.com ),– Puluhan massa dari Lembaga Pemantau Kebijakan Publik (L@pakk) menggelar aksi di kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Provinsi Lampung, Rabu (17/7/2025).
Mereka menuntut pengukuran ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT HIM yang dianggap merampas tanah rakyat.Menurut L@pakk, persoalan bermula dari peta HGU tahun 1984 yang ingklut keseluruhan pemetaan itu, yang seharusnya lahan rawa, pereng lebung, dan tanah efektif milik warga yang belum di ganti rugikan itu harus dikeluarkan dari peta, termasuk tanah pemakaman dikeluarkan dari peta HGU, Padahal, lahan itu diyakini belum pernah dilepaskan haknya oleh masyarakat.
Karena pada dasarnya Perusahaan yang awalnya menanam singkong kemudian beralih ke perkebunan karet, sehingga memicu konflik.
Bahkan, pedukuhan Puput keling yang ada didalam luasan lahan efektif seluas 98,4 hektare atas nama Stan Puhun disebut belum pernah diganti rugi meski HGU sudah berakhir sejak 2006 dan 2012.
Dalam aksinya, massa menyampaikan beberapa tuntutan, yaitu:BPN Provinsi Lampung segera mengukur ulang HGU PT HIM dan perusahaan lain yang diduga merampas tanah rakyat.
Membatalkan penerbitan tanah atas nama Juwarno/PT HIM, karena tanah itu berdasarkan dokumen milik Stan Puhun.Menindak BPN Kabupaten Tulang Bawang Barat yang dianggap lalai, sekaligus mencopot kepala BPN setempat.Kementerian ATR/BPN diminta menerbitkan hak tanah sesuai fakta kepemilikan rakyat.Mencabut izin usaha sub kontraktor PT dalima pemasangan SUTET PLN, dan menghentikan sementara pembangunan di atas tanah sengketa.
5Mengeluarkan makam para leluhur di Pedukuhan Puput Keling dari wilayah HGU PT HIM, termasuk makam Minak Rangga sakti yang ada di pedukuhan tebing suluh, serta malam kiyayi matahari dan makam2 para leluhur yang ada di dalam peta HGU, karena kami belum pernah jual tanah untuk pemakaman dan menuntut PT him yang telah mengusur pemakaman yang adaKarena ini dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada hak ahli waris dan nilai budaya adat megou pak tegamoan penumangan milik masyarakat setempat, yang harus di jaga.
Selain itu, L@pakk juga menyoroti keberadaan proyek Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di tanah sengketa. Menurut mereka, pembangunan ini melanggar UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dan Permen ESDM 13/2021, karena tidak mendapat persetujuan masyarakat pemilik lahan. Tiang SUTET dinilai merugikan warga, menurunkan nilai tanah, dan mengurangi lahan produktif untuk generasi mendatang.
“Tanah adalah hidup rakyat, tanah adalah napas rakyat, tanah adalah harga diri rakyat. Kami akan terus bersuara menolak ketidakadilan ini,” tegas perwakilan L@pakk.
L@pakk memastikan, jika tuntutan tidak dipenuhi, mereka akan melaporkan kasus ini ke tingkat nasional, mulai dari Kementerian ATR/BPN, Kapolri, Kejaksaan dan hingga instansi terkait lainnya.